Selasa, 21 Maret 2017

Indikator Pematangan Kompos

Setalah proses pengomposan aktif berhenti, pematangan dilakukan agar kompos yang didapat mencapai kestabilan akhir. Proses pematangan diperlukan untuk meyakinkan bahwa kompos benar-benar aman digunakan sebagai pupuk tanaman. Proses ini berlangsung sekitar 14 hari. Bila suhu diatas 45 derajat Celcius maka perlu dilakukan pembalikan. Sementara bila kondisi tumpukan dalam keadaan kering maka dilakukan penyiraman. Apabila suhu tetap di bawah 45 derajat celcius maka dapat disimpulkan bahwa kompos telah matang.
Kompos yang telah matang atau jadi dapat dicirikan sebagai berikut :
  1. Bentuk fisik tumpukan kelihatan hancur dan tumpukan lebih mengecil dengan penyusutan berat mencapai 50% dari berat awal.
  2. Warna tumpukan kehitam-hitaman menyerupai tanah.
  3. Tidak berbau.
  4. Selama beberapa hari suhunya tetap sama atau kurang dari 45 derajat celcius (tidak panas walaupun tumpukan cukup besar) (Hambali dkk, 2006).
  5. Jika diaplikasikan pada tanah, kompos dapat memberikan efek menguntungkan bagi tanah dan pertumbuhan tanaman. Nilai pupuknya ditentukan oleh kandungan nitrogen, fosfor, kalium, kalsium, dan magnesium.
  6. Memiliki temperatur yang hampir sama dengan temperatur udara.
  7. Tidak mengandung asam lemak yang menguap (Djuarnani, 2005).
Menurut Santoso (1998), beberapa keuntungan dari penggunaan kompos adalah sebagai berikut :
  1. Mampu mengembalikan kesuburan tanah melalui perbaikan sifat-sifat tanah baik fisik, kimia, maupun biologi.
  2. Mempercepat dan mempermudah penyerapan unsur N oleh tanaman karena telah diadakan perlakuan khusus sebelumnya.
  3. Mencegah infeksi yang disebabkan oleh biji-biji tumbuhan pengganggu.
  4. Dapat disediakan secara mudah, murah, dan relatif cepat.

Klasifikasi Dan Morfologi Bawang Putih

Bawang putih

Garlic atau bawang putih telah digunakan sebagai obat dalam herbal medicine sejak ribuan tahun yang lalu. Pada tahun 2700-1900 sebelum Masehi bawang putih telah digunakan oleh pekerja-pekerja bangunan piramid sebagai obat penangkal penyakit dan rasa letih. Sekitar tahun 460 sebelum Masehi khasiatnya telah dipuji oleh Hippocrates dan pada tahun 384 sebelum Masehi oleh Aristotle. Saat Perang Dunia tahun 1914-1918 bawang putih digunakan oleh tentara Perancis untuk mengobati luka, dan pada serangan wabah penyakit mulut dan kuku pada tahun 1968 para istri petani di Cheshire percaya bahwa bawang putih dapat berkhasiat melindungi ternak mereka dari wabah penyakit tersebut (Sunarto & Susetyo, 1995).
Bawang Putih

Klasifikasi Bawang Putih

Klasifikasi Bawang Putih
Kingdom  Plantae 
Sub-Kingdom  Tracheobionta
Super division Spermatophyta 
Division  Magnoliophyta 
Class Liliopsida 
Sub-Class  Liliidae 
Order  Liliales 
Family Liliaceae 
Genus Allium L. 
Species  Allium sativum L. 

Morfologi Bawang Putih

Bawang putih merupakan tumbuhan terna berumbi lapis atau siung yang bersusun, memiliki batang semu yang terbentuk dari pelepah daun dan termasuk dalam genus Allium. Akar bawang putih terdiri dari serabut-serabut kecil, setiap umbi bawang putih terdiri dari sejumlah anak bawang (siung) yang setiap siungnya terbungkus kulit tipis berwarna putih. Bawang putih termasuk tumbuhan daerah dataran tinggi namun di Indonesia jenis tersebut juga dibudidayakan di dataran rendah. Bawang putih berkembang baik pada ketinggian tanah berkisar 200-250 meter di atas permukaan laut (Savitri, 2008). 
Bawang putih termasuk klasifikasi tumbuhan berumbi lapis atau siung yang bersusun. Bawang putih tumbuh secara berumpun dan berdiri tegak sampai setinggi 30-75 cm, mempunyai batang semu yang terbentuk dari pelepah-pelepah daun. Helaian daunnya mirip pita, berbentuk pipih dan memanjang. Akar bawang putih terdiri dari serabut-serabut kecil yang bejumlah banyak. Setiap umbi bawang putih terdiri dari sejumlah anak bawang (siung) yang setiap siungnya terbungkus kulit tipis berwarna putih. Bawang putih yang semula merupakan tumbuhan daerah dataran tinggi, sekarang di Indonesia, jenis tertentu dibudidayakan di dataran rendah. Bawang putih berkembang baik pada ketinggian tanah berkisar 200-250 meter di atas permukaan laut (IPTEKnet, 2005).

Menurut Kartasapoetra (1992), ciri-ciri bawang putih sebagai berikut : 
  1. Merupakan umbi majemuk dengan bentuk rata-rata hampir bulat, bergaris tengah sekitar 4 sampai 6 cm.
  2. Berwarna putih, terdiri dari beberapa siung (8-20 siung), yang seluruhnya terbungkus oleh 3-5 selaput tipis berwarna putih. 
  3. Tiap siungnya diliputi atau terbungkus pula dalam selaput tipis, selaput luar berwarna mendekati putih dan agak longgar, sedangkan selaput dalam membungkus ketat-melekat pada bagian luar daging siung, berwarna merah jambu yang mudah dilepas atau dikupas.

Manfaat Bawang Putih (A. sativum)

Bawang putih memiliki manfaat dan kegunaan yang besar bagi kehidupan manusia. Bagian utama dan paling penting dari tanaman bawang putih adalah umbinya. Pendayagunaan umbi bawang putih selain digunakan sebagai bumbu dapur sehari-hari, juga digunakan sebagai obat tradisional yang memiliki multi khasiat. Dalam idustri makanan, umbi bawang putih dijadikan ekstrak, bubuk atau tepung dan diolah menjadi acar (Rukmana, 1994).

Selain itu, bawang putih juga dapat mebunuh bakteri, penambahan ekstrak bawang putih pada koloni bakteri menyebabkan terbunuhnya kuman secara cepat dan mencegah pertumbuhan lebih lanjut (Atmadja, 2002). Demikian beberapa manfaat dari khasiat bawang putih, namun jika berle bihan mengonsumsi bawang putih dapat menyebabkan tekanan darah tinggi dan berbahaya bagi wanita hamil. Oleh karena itu, dianjurkan agar mengonsumsi bawang putih secara seimbang (Mahmud, 2007).

Klasifikasi Dan Morfologi Bawang Merah (Alium ascalonicum L)

Berdasarkan sejarahnya, tanaman bawang merupakan berasal dari Syiria, beberapa ribu tahun yang lalu sudah dikenal umat manusia sebagai penyedap masakan. Sekitar abad VIII tanaman bawang merah ini mulai menyebar ke wilayah Eropa Timur, Eropa Barat dan Spanyol, kemudian menyebar luas ke dataran Amerika, Asia Timur dan Asia Tenggara (Singgih, 1991). Abad XIX bawang merah telah menjadi salah satu tanaman komersial di berbagai negara di dunia. Negara-negara produsen bawang merah antara lain adalah Jepang, USA, Rumania, Italia, Meksiko dan Texas (Rahmat, 1994).
Bawang Merah

Rahayu dan Berlian (1999) menjelaskan bahwa bawang merah (Alliumcepa, grup Aggregatum) merupakan komoditas holtikultura yang sudah sangat dikenal oleh masyarakat Indonesia. Tanaman ini umumnya ditanam dua kali dalam satu tahun.

Klasifikasi Bawang Merah

Klasifikasi Bawang Merah
KingdomPlantae
Divisio Spermatophyta
Subdivisio Angiospermae
Kelas Monocotyledonae
OrdoLiliales
Family Liliaceae
Genus Alium
Spesises Alium ascalonicum L.

Morfologi Bawang Merah

Tanaman mempunyai akar serabut dengan daun berbentuk silinder berongga. Umbi terbentuk dari pangkal daun yang bersatu dan membentuk batang yang berubah bentuk dan fungsi, membesar dan membentuk umbi berlapis (Hervani dkk, 2008).

Bawang merah tidak berbatang, berumbi lapis, merah keputihputihan, berlubang, bentuk lurus, ujung runcing, tapi rata, panjang ± 50 cm, lebar ± 0,5 cm, menebal dan berdaging sefta mengandung persediaan makanan yang terdiri atas subang yang dilapisi daun sehingga menjadi umbi lapis, hijau (Nasution, 2008)

Bentuk daun bawang merah bulat kecil dan memanjang seperti pipa, tetapi ada juga yang membentuk setengah lingkaran pada penampang melintang daun. Bagian ujung daun meruncing, sedang bagian bawahnya melebar dan membengkak. Daun berwarna hijau (Estu dkk., 2007). Kelopak daun sebelah luar selalu melingkar menutup kelopak daun bagian dalam. Beberapa helai kelopak daun terluar ( 2-3 helai ) tipis dan mongering tetapi cukup liat. Pembengkakan kelopak daun pada bagian dasar akan terlihat mengembung, membentuk umbi yang merupakan umbi lapis. Bagian yang membengkak ini berisi cadangan makanan bagi tuans yang akan menjadi tanaman baru (Wibowo, 2001).

Bagian pangkal umbi membentuk cakram yang merupakan batang pokok yang tidak sempurna (rudimenter). Dari bagian bawah cakram tumbuh akar-akar serabut. Di bagian atas cakram terdapat mata tunas yang dapat menjadi tanaman baru. Tunas ini dinamakan tunas lateral, yang akan membentuk cakram baru dan kemudian dapat membentuk umbi lapis kembali (Estu dkk., 2007).

Bunga bawang merah termasuk bunga sempurna, terdiri dari 5-6 benang sari dan sebuah putik. Daun bunga berwarna agak hijau bergaris keputih-putihan atau putih. Bakal buah duduk di atas membentuk bangunan segitiga hingga tampak jelas seperti kubah. Bakal buah terbentuk dari 3 daun buah (karpel) yang membentuk 3 buah ruang dengan setiap ruang mengandung 2 bakal biji. Biji bawang merah yang masih muda berwarna putih. Setelah tua, biji akan berwarna hitam (Estu dkk., 2007).

Klasifikasi Dan Morfologi Serai Wangi

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa tanaman serai terutama batang dan daunnya mengandung zat-zat seperti geraniol, metil heptenon, terpen-terpen, terpen-alkohol, asam-asam organik dan terutama sitronelal yang bisa dimanfaatkan sebagai penghalau nyamuk (Balittro, 2010).
Klasifikasi Dan Morfologi Serai Wangi

Penelitian tentang manfaat tanaman serai wangi C.nardus (L.) Randle terus dilakukan dan dikembangkan seiring membangun kesadaran masyarakat untuk beralih keproduk-produk alam. Khoirotunnisa (2008) menyatakan bahwa serai wangi C. nardus (L.) adalah salah satu tanaman obat tradisional yang mengandung minyak atsiri yang dapat digunakan sebagai anti-jamur utamanya terhadap jamur Malassezia furfur (jamur penyebab penyakit kulit yang disebut dengan “panu”) secara invitro dan sebagai penghalau nyamuk Aedes.

Klasifikasi Serai Wangi

Klasifikasi Serai Wangi
RegnumPlantae
Divisio Spermatophyta
Classis Monocotyledoneae
Ordo Poales
FamiliaPoaceae
Genus Cymbopogon 
Spesies Cymbopogon nardus (L.) Randle

Morfologi Serai Wangi

Pada tanaman serai wangi C. nardus (L.) Randle merupakan tanaman dengan habitus terna perenial, serai wangi C. nardus (L.) Randle merupakan tanaman dari suku Poaceae yang sering disebut deangan suku rumput-rumputan (Tora, 2013).

Akar

Tanaman serai wangi C. nardus (L.) Randle memiliki akar yang besar. Akarnya merupakan jenis akar serabut yang berimpang pendek (Arzani dan Riyanto, 1992).

Batang


Batang tanaman serai wangi C. nardus (L.) Randle bergerombol dan berumbi, serta lunak dan berongga. Isi batangnya merupakan pelepah umbi untuk pucuk dan berwarna putih kekuningan. Namun ada juga yang berwarna putih keunguan atau kemerahan. Selain itu, batang tanaman serai wangi C. nardus (L.) Randle juga bersifat kaku dan mudah patah. Batang tanaman ini tumbuh tegak lurus di atas tanah (Arzani
Dan Riyanto, 1992).

Daun

Daun tanamanserai berwarna hijau dan tidak bertangkai. Daunnya kesat, panjang, runcing dan daun tanaman ini memiliki bentuk seperti pita yang makin ke ujung makin runcing dan berbau citrus ketika daunnya diremas. Daunnya juga memiliki tepi yang kasar dan tajam. Tulang daun tanaman serai tersusun sejajar. Letak daun pada batang tersebar. Panjang daunnya sekitar 50-100 cm, sedangkan lebarnya kira-kira 2 cm. Daging daun tipis, serta pada permukaan dan bagian bawah daunnya berbulu halus(Arzani dan Riyanto, 1992).

Bunga, Biji dan Buah

Tanaman serai jenis ini jarang sekali memiliki bunga. Kalaupun ada, pada umumnya bunganya tidak memiliki mahkota dan merupakan bunga berbentuk bulir. Buah tanaman serai jenis C. nardus jarang sekali atau bahkan tidak memiliki buah. Sedangkan bijinya juga jarang sekali (Arzani dan Riyanto, 1992).

Klasifikasi Dan Morfologi Manggis (Garcinia mangostana L.)

Buah Manggis (Garcinia mangostana L.)
Manggis merupakan tanaman buah berupa pohon yang berasal dari hutan tropis yang teduh di kawasan Asia Tenggara, yaitu hutan belantara Malaysia atau Indonesia. Dari Asia Tenggara, tanaman ini menyebar ke daerah Amerika Tengah dan daerah tropis lainnya seperti Srilanka, Malagasi, Karibia, Hawaii dan Australia Utara. Di Indonesia manggis disebut dengan berbagai macam nama lokal seperti manggu (Jawa Barat), Manggus (Lampung), Manggusto (Sulawesi Utara), Manggista (Sumatera Barat). Buahnya juga disebut manggis, berwarna merah keunguan ketika matang, meskipun ada pula varian yang kulitnya berwarna merah (Reza, 2005). 
Klasifikasi Dan Morfologi Manggis

Klasifikasi Manggis (Garcinia mangostana L.)

Klasifikasi Manggis
Kingdom  Planatae 
Subkingdom Tracheobionta 
Superdivision Spermatophyta 
Division Magnoliophyta 
Class  Magnoliophyta
Subclass Dilenidae 
Order Theales 
Family Clusiaceae 
Genus Garcinia L. 
Spesies Garcinia mangostana L.

Morfologi Manggis

Manggis (Garcinia mangostana L.) adalah sejenis pohon hijau abadi dari daerah tropika yang diyakini berasal dari Kepulauan Nusantara. Tumbuh hingga mencapai 7 sampai 25 meter. Manggis merupakan salah satu buah yang digemari oleh masyarakat Indonesia. Tanaman manggis berasal dari hutan tropis yang teduh di kawasan Asia Tenggara, yaitu hutan belantara Indonesia atau Malaysia (ICUC, 2003).

Pohon


Pohon manggis dapat tumbuh di dataran rendah sampai di ketinggian di bawah 1.000 m dpl. Pertumbuhan terbaik dicapai pada daerah dengan ketinggian di bawah 500-600 m dpl. Pusat penanaman pohon manggis adalah Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Jawa Barat (Jasinga, Ciamis, Wanayasa), Sumatera Barat, Sumatera Utara, Riau, Jawa Timur dan Sulawesi Utara (Prihatman, 2000). Bentuk pohon buah manggis yang beragam yakni bisa bentuk elliptical atau pyramidal, namun bentuk pohon yang sering ditemukan adalah bentuk pyramidal (Mansyah et al, 2010).

Daun


Memiliki daun yang ringkas, tebal, berkilat, permukaan atas berwarna hijau zaitu, permukaan bawah berwarna hijau kekuning-kuningan, daun muda merah, tangkai daun pendek, susunan bertentangan, ukuran panjang daun 15-25 cm, lebar 7-13 cm.

Bungan


Berbunga tunggal atau berpasangan di ujung ranting. Tangkai bunga pendek dan tebal (Chooi, 2007).

Buah

Buahnya berbentuk bola, berwarna hijau muda sebelum masak, menjadi merah atau merah keunguan setelah masak dan hitam apabila sangat masak. Isi buah berwarna putih (Chooi, 2007).

Buah ini mengandung xanthone. Xanthone mempunyai aktivitas antiinflamasi dan antioksidan.Sehingga di luar negeri buah manggis dikenal sebagai buah yang memiliki kadar antioksidan tertinggi di dunia. Secara tradisional buah manggis adalah obat sariawan, wasir dan luka. Kulit buah dimanfaatkan sebagai pewarna termasuk untuk tekstil dan air rebusannya dimanfaatkan sebagai obat tradisional (Reza, 2006).

Klasifikasi Dan Morfologi Tanaman Jahe

Tanaman jahe (Zingiber officinale Rosc.) merupakan salah satu temu-temuan yang penting. Tanaman ini mempunyai banyak kegunaan antara lain sebagai ramu-ramuan dan rempah-rempah, bahan minyak atsiri, bahkan akhir-akhir ini menjadi fitofarmaka (Januwati, 1999).
Klasifikasi Dan Morfologi Jahe

Jahe merupakan salah satu komoditas tanaman obat yang mempunyai prospek yang cukup bagus untuk dikembangkan di Pasar dalam negeri, regional maupun internasional. Nilai dari tanaman terletak pada rimpangnya yang umum dikonsumsi sebagai minuman penghangat, bumbu dapur dan penambah rasa dan sebagai bahan baku obat tradisional atau yang lebih populer dengan istilah jamu. Rimpang jahe mengandung minyak atsiri 0,25-3,3% yang terdiri dari zingiberene, curcumene, philandren. Rimpang jahe mengandung oleoresin 4,3-6,0% yang terdiri dari gingerol serta shogaol yang menimbulkan rasa pedas (Bartley dan Jacobs, 2000).

Klasifikasi Jahe

Klasifikasi Jahe
Kingdom         Plantae  
Divisio  Spermatophyta 
Subdivisi            Angiospermae
Kelas      Monococtyledoneae
Ordo    Zingiberales 
Famili Zingiberaceae  
Genus    Zingiber
Species   Zingiber officinale Rosc.

Morfologi Jahe

Jahe merupakan tumbuhan herba menahun yang tumbuh liar di ladang-ladang berkadar tanah lembab dan memperoleh banyak sinar matahari. Batangnya tegak, berakar serabut, dan berumbi dengan rimpang mendatar (Lukito, 2007). 

Akar

Akar merupakan bagian terpenting dari tanaman jahe. Pada bagian ini tumbuh tunas-tunas baru yang kelak akan menjadi tanaman. Akar tunggal (rimpang) itu tertanam kuat didalam tanah dan makin membesar dengan pertambahan usia serta membentuk rhizoma – rhizoma baru (Rukmana, 2000).
Batang

Jahe tumbuh merumpun, berupa tanaman terna tahunan berbatang semu. Tanaman tumbuh tegak setinggi 30 – 75 cm. Seluruh batang semunya terbentuk dari seludang daun yang memanjang, tertutup, dan melingkar. Bagian luar batang agak licin, agak mengkilap, dan berwarna hijau tua. Batangnya basah karena banyak mengandung air sehingga digolongkan kedalam herba (Lukito, 2007). 
Daun

Helaian daunnya bertangkai pendek sepanjang 0.75-1 cm. Bentuk helaian daun lanset dengan ujung lancip. Panjang daun 15-23 cm dan lebar 0.8-2.5 cm. Tangkainya berbulu atau gundul. Ketika daun mengering dan mati, pangkal tangkainya (rimpang) tetap hidup dalam tanah. Rimpang tersebut kelak akan bertunas dan tumbuh menjadi tanaman baru setelah terkena hujan (Santoso, 1994).

Bunga
 
Bunga jahe berupa malai yang tersembul di permukaan tanah, berbentuk tongkat atau bulat telur yang sempit. Aroma bunga sangat tajam, panjang malai bunga 3.5-5 cm dan lebar 1.5-1.75 cm. Gagang bunga hampir tidak berbulu, panjang 25 cm. Sisik digagang sebanyak 5-7 buah, berbentuk lanset, letaknya berdekatan atau rapat, hampir tidak berbulu, dan panjangnya 3-5 cm. Daun pelindung bunga berbentuk bulat telur terbalik, bundar pada ujungnya, tidak berbulu, berwarna hijau cerah, panjang 2.5 cm, dan lebar 1-1.75 cm. Mahkota bunga berbentuk tabung sepanjang 2-2.5 cm. Helaian mahkota bunga agak sempit, berbentuk tajam, berwarna kuning kehijauan dengan panjang 1.5-2.5 mm dan lebar 3-3.5 mm. Sementara bibit bunga berwarna ungu, gelap, berbintik-bintik putih kekuningan, panjang 12-15 mm. Kepala sari berwarna ungu, panjang 9 mm, dan tangkai putiknya ada dua (Harmono dan Andoko, 2005).

Rimpang
 
Rimpang jahe membentuk umbi, besar kecilnya umbi bergantung pada varietas tanamannya. Rimpang agak pipih ke pinggir membentuk cabang (ranting) ke segala arah yang saling tumpang tindih. Cabang rimpang yang berada di atas dapat tumbuh membentuk batang baru, sedangkan yang berada di bagian bawah merupakan perakaran baru (Wiroatmodjo, Suroso dan Januwati, 1988).

Rimpang jahe berbuku – buku, gemuk, agak pipih, membentuk akar lateral (akar serabut). Rimpang tersebut tertanam kuat dalam tanah dan semakin membesar sesuai dengan bertambahnya usia dengan membentuk rimpang-rimpang baru. Kulit luar rimpang mudah dikelupas. Rimpang berkulit agak tebal, membungkus daging rimpang (jaringan parenchyma). Didalam sel-sel rimpang tersimpan minyak atsiri yang aromatis dan oleoresin khas jahe (Harmono dan Andoko, 2005).

Pengertian Tanaman Hanjuang (Cordilyne fruticosa A. Chev)

Berbagai aktifitas manusia dapat mencemarkan lingkungan. Tnaman hias selain sebagai penghias halaman (pekarangan) rumah, juga dapat berfungsi sebagai pemelihara lingkungan karena dapat meredam getaran suara, menyaring debu, menyerap gas-gas beracun hasil pembakaran kendaraan bermotor maupun pabrik dan memelihara keadaan lingkungan seperti suhu udara, kelembapan dan angin dalam batas-batas yang nyaman untuk ditinggali. Tanaman hias juga merupakan unsur pembentuk lingkungan kehidupan manusia dengan alam sekitar yang satu sama lain saling membantu dengan kodrat alami (Ariyanto, 2006).

Tanaman Hanjuang merupakan tanaman perdu tegak yang tingginya bisa mencapai 2-4 meter dan jenis tanaman yang jarang bercabang. Hanjuang banyak dimanfaatkan sebagai tanaman hias, sering ditemukan pada pemakaman umum, sebagai tanaman pagar, tumbuh dan terdapat di dataran rendah sampai dengan ketinggian 1.900 m dpl.
Tanaman ini termasuk keluarga Lilliaceae atau bawang-bawangan. Di Indonesia sering disebut dengan nama-nama sebagai berikut: Bak-Juang, bobolo, senjuang (Sulawesi), hanjuang, kayu urip, andong (Jawa), tawaung (Nusa Tenggara). Nama asingnya adalah : Limietstruik, grenzdrachenbaum. Ada ciri khusus tanaman tersebut, pada batang bekas daun yang rontok akan terlihat berbentuk cincin. Tanamannya berdaun tunggal dengan jenis warna daun ada yang merah kecoklatan dan ada yang berwarna hijau daun. daunnya berbentuk lanset dengan panjang sekitar 30-50 cm sedangkan lebar daun 5-10 cm, pada ujung dan pangkalnya berbentuk runcing, letak daunnya terutama di ujung batang terlihat berjejal dengan susunan seperti spiral. Bunganya berbentuk malai dengan panjang sekitar 30 cm, warnanya hijau ungu, ada juga yang bewarna kuning muda. daunnya bisa dipakai sebagai pembungkus makanan. Perbanyakan tanaman bisa dilakukan dengan cara stek atau pemisahan tunas (Pemiwan, 2009).
Secara harfiah maupun filosopi, Hanjuang sendiri memiliki makana sebagai pembatas ruangan. Tanaman hanjuang mempunyai rasa manis, hambar, dan sifatnya sejuk, mempunyai efek farmakologis sebagai penghenti pendarahan, bersifat menyejukan darah dan menghilangkan bengkak. Tanaman hanjuang banyak digunakan untuk pengobatan berbagai penyakit dan gangguan kesehatan yang disertai pendarahan seperti TBC paru-paru yang disertai batuk darah, pendarahan pada kehamilan, haid yang banyak, air kemih berdarah, wasir berderah, luka berderah atau digunakan pada gangguan pencernaan seperti diare, disentri dan sakit maag (Pemiwan, 2009).
Tanaman hanjuang selain sebagai tanaman hias maupun obat ternyata menurut penelitian yang dilakukan oleh Ahli Informasi Pertanian Indonesia (Indonesian Lead Information Center) bahwa tanaman tersebut dapat menyerap logam berat timbal. Penelitian ini diperkuat oleh Badan Penelitian Antariksa Amerika Serikat (NASA) membuktikan bahwa daun tanaman ini memiliki kemampuan anti bakterial sehingga memiliki kemampuan menyerap racun yang sangat tinggi. Hanjuang juga banyak menyerap racun dari jenis formaldehid yang bersumber dari lem atau eternit pada plafon rumah. Hanjuang mampu menyerap antara 18.000-27.292 mikro gram trikloroetilen, 25.968 mikrogram benzena serta 20.459 mikrogram formaldehida, untuk setiap 24 jam, untuk setiap tanaman dalam pot ukuran diemeter 20 cm.
Pada saat tanaman bernafas akan menyerap polutan seperti karbondioksida dan gas beracun lainnya. Polutan atau gas beracun yang telah diserap stomata (mulut daun) akan memasuki sistem metabolisme dalam tubuh tanaman. Polutan yang telah diserap kemudian dikirim ke akar, pada bagian akar mikroba melakukan proses detoksifikasi. Melalui proses ini, mikroba akan menghasilkan suatu zat yang diperlukan tanaman. Dalam proses pernpasan tersebut dihasilkan gas yang bermanfaat bagi manusia yaitu oksigen. Proses ini berlangsung secara terus menerus selama tanaman masih hidup (Triwitarsih, 210).